Kamis, 14 Juli 2011

kancil dan gajah

“Blusukkkk!!!!” Sang Kancil tiba-tiba terperosok ke dalam sebuah sumur tua tatkala sedang berada di tepi hutan dalam perjalanan menuju pantai. Kabut masih tebal saat itu sehingga sumur tersebut tidak terlihat oleh Sang Kancil. Rupanya itu adalah sumur peninggalan Tarzan yang telah lama meninggalkan tempat itu untuk menjadi Tarzan Kota.

“Aduh biyuuungg, kakiku sakit buangeeet!” teriak Sang Kancil sambil menggaduh-gaduh menahan sakit. Meskipun dirinya terjatuh di air, namun karena air sumur tak seberapa dalam maka kakinya terasa nyeri yang hebat akibat benturan. Lalu dengan terpincang-pincang Sang Kancil berenang menepi dan duduk di batu besar yang menyembul di tepi sumur.

Sang Kancil termenung memikirkan nasibnya. Sumur ini ada di tepi hutan. Jarang sekali ada binatang yang berani bepergian sampai ke tepi hutan. Paling-paling sekawanan Gajah yang sedang menjajaki rute baru, kawanan Babi Hutan yang hendak mencari jagung atau Serigala yang sedang mencari-cari makanan tambahan karena sudah bosan dengan makanan yang ada di dalam hutan. Itu artinya dirinya harus lama menunggu sampai ada binatang yang menemukan dirinya di dalam sumur.

Setelah tiga hari tiga malam terjebak, pada hari keempat barulah muncul sekawanan Babi Hutan yang melongok dari bibir sumur. Mereka kehausan dan sedang mencari-cari sumber air minum yang memang jarang ada di tepi hutan itu. Sang Kancil berteriak kegirangan melihat Babi Hutan.

“Hoooiiii, bantu aku keluar dari sini duuuuuuung!” teriaknya sekuat tenaga.

Tapi alih-alih menolong Sang Kancil, para Babi Hutan malahan lari terbirit-birit mendengar suara menggelegar dari dasar sumur. Dikiranya ada monster penunggu sumur yang akan memakan mereka.

Sang Kancil kesal bukan main. Dianggapnya para Babi Hutan itu sungguh terlalu takut pada bayangan monster dalam pikiran mereka sendiri. Mereka terlalu percaya pada cerita-cerita monster sehingga apa saja yang aneh dan menakutkan langsung dianggap monster.

Pada hari kelima muncul lagi seekor binatang lain. Kali ini datang seekor keledai yang baru saja meloloskan diri dari majikannya. Dengan hati riang senang-senang dia bersiul-siul menyusuri tepi hutan. Sampailah dia di bibir sumur tempat Sang Kancil terperosok. Tentu saja dia haus dan penasaran, apakah bisa minum dari sumur tersebut. Belajar dari pengalaman ketakutan para Babi Hutan, kali ini Sang Kancil tidak berteriak. Dia hanya menyapa pelan pada Keledai yang tengah melongokkan kepala.

“Wahai teman, Tolonglah aku. Aku terperosok di dalam sumur tanpa bisa keluar lagi” kata Sang Kancil.

Keledai melihat sejenak ke dalam sumur dan terheran-heran mendengar suara dari dalam sumur. Kemudian dia mengamat-amati dasar sumur, barulah dilihatnya Sang Kancil yang sedang duduk lemas di atas batu. Tiba-tiba Keledai tertawa terbahak-bahak. Si Keledai tertawa terpingkal-pingkal sampai-sampai berguling-guling di atas tanah.

“Hohohoho...itukah Kancil nan cerdik yang tengah bernasib buruk. Uruslah sendiri nasibmu. Aku tak punya banyak waktu untuk menolongmu. Lagipula waktu aku jadi peliharaan majikanku, tak ada seorang pun yang peduli. Kini giliranmu dicuekin....Hahahahahaha. Sorry yah!” kata Keledai sambil berlalu dengan masih ketawa ngikik.

Sang Kancil kembali ditinggal seorang diri di dalam sumur. Pada hari keenam muncullah sekelompok orang membawa pedati yang beristirahat di tempat itu. Mereka mendirikan tenda-tenda dan mulai memasak. Nampaknya mereka adalah kafilah pedagang yang sedang mampir beristirahat. Mendengar suara-suara manusia, tahulah Sang Kancil bahwa dirinya harus bersembunyi. Maka cepat-cepatlah dia masuk ke lubang kecil yang ada di dinding sumur dan bersembunyi di situ karena takut ditangkap dan dijadikan sate kancil nan gurih.

Untunglah para pedagang itu jarang melongok ke dalam sumur sehingga tidak memergoki Sang Kancil. Mereka hanya sesekali saja pergi ke sumur itu untuk mengambil air dengan ember yang diikat dengan tali. Air itu dipergunakan untuk memasak, mencuci dan mandi. Keesokan harinya mereka telah meninggalkan tempat itu. Dari suara-suara mereka, tahulah Sang Kancil bahwa para pedagang itu membuang ember bertali di dekat sumur karena dianggapnya sudah usang.

Pada hari ketujuh muncullah sekelompok gajah yang melintas di dekat sumur. Mereka meneliti dasar sumur karena kehausan. Tak sengaja terlihat oleh mereka Sang Kancil tengah tertidur di sana. Para Gajah itu saling berbisik membicarakan binatang yang tengah terbaring di dasar sumur. Kemudian mereka berteriak memanggil Sang Kancil.

Sang Kancil kaget oleh teriakan para Gajah dan terbangun. Dilihatnya ada beberapa kepala gajah menyembul di bibir sumur. Diam-diam dia sedang berpikir keras cara minta bantuan mereka untuk keluar dari sumur. Akhirnya dia memutuskan untuk membantu para Gajah, baru kemudian minta tolong pada mereka. Memberi dulu baru kemudian menerima pertolongan.

“Wahai Gajah kita adalah sobat yang harus tolong menolong” kata Kancil.

Para Gajah mengangguk-angguk sambil bergumam tanda setuju. Mereka tak sadar jika Sang Kancil berada di dalam sumur karena terjatuh.

“Aku tahu kalian kehausan. Aku akan membantu kalian mengambil air dari dalam sumur. Coba lihat adakah ember dan tali yang diletakkan di dekat sumur. Kemarin kudengar para kafilah membuang ember beserta talinya karena sudah punya ember baru. Walaupun butut ember itu masih berguna bagi kalian. Turunkan ember ke dalam sumur, pegang ujung talinya. Aku akan membantumu menciduk air sumur” teriak Sang Kancil.

Para Gajah yang tengah kehausan dengan antusias mencari-cari barang yang disebutkan Sang Kancil. Sampai akhirnya mereka menemukan tak jauh dari bibir sumur tergeletak ember butut yang diikat dengan tali yang tak kalah bututnya dan penuh sambungan. Kemudian mereka menurunkan ember ke dalam sumur. Sang Kancil membantu menciduk air dan menyuruh gajah menarik ember yang sudah terisi air ke atas.

Begitulah berulang kali air diambil dari dasar sumur. Dengan girangnya para Gajah bergantian minum dan mandi dari air dalam ember yang diambil dari dalam sumur. Maklum sudah dari kemarin mereka kesulitan mencari sumber air. Setelah semua Gajah selesai mandi, barulah Sang Kancil berteriak untuk minta dikeluarkan dari dasar sumur.

Merasa Sang Kancil telah membantu mereka mendapatkan air, para Gajah dengan senang hati membantu Sang Kancil keluar dari dasar sumur. Sang Kancil berpegangan erat pada ember saat dia ditarik keluar dari dasar sumur.

Para Gajah serta merta mengerumuninya dan bertanya-tanya mengapa Sang Kancil bisa berada di dasar sumur. Tadinya mereka mengira Sang Kancil sengaja berdiam diri di sana. Kemudian Gajah-gajah itu membawakan berbagai macam pucuk daun muda dan buah-buahan untuk Sang Kancil yang terlihat begitu lemah sehingga sulit berjalan.

Setelah satu malam menginap di tempat itu dengan dijagai para Gajah, Sang Kancil merasa dirinya cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan menuju pantai selatan untuk bertemu dengan keluarga Paus biru. Mereka mengundang Sang Kancil untuk berbagi pengalaman.

Kancil berterimakasih pada para Gajah yang telah membantunya. Para Gajah juga merasa sangat berhutang budi pada Sang Kancil yang telah memberi tahu teknik sederhana mengambil air dari dalam sumur. Sengaja mereka membawa ember butut bertali ke rumah mereka di tengah hutan. Di sana terdapat sumur yang tidak pernah dimanfaatkan karena para Gajah tidak tahu cara mengambil air dari sumur yang dalam (Undil-2011).